Hukum dari shalat berjamaah
Fungsi &
fadhilah shalat berjama'ah yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa Sallam, merupakan suatu jaminan yang pasti akan diperoleh
oleh pelakunya selama dia melaksanakannya sesuai dengan tuntunan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, semoga fadhilah-fadhilah
tersebut memantapkan keyakinan dan menguatkan semangat kita
untuk selalu melaksanakannya secara maksimal, namun terkadang kita
masih mendapatkan kaum muslimin yang masih bermalas malasan untuk
melaksanakan shalat berjama'ah hal ini dikarenakan ketidaktahuan mereka
tentang hukum shalat berjama'ah itu sendiri.
Hukum Shalat Berjama'ah Para fuqaha (ahli fiqh) antara lain dari
kalangan Madzhab Maliki, Syafi'i, dan sebagian Madzhab Hanafiyah
berpandangan bahwa hukum
shalat berjama'ah adalah sunnah muakkadah ada pula sebagian fuqaha
mengatakan hukumnya wajib kifayah begitulah pendapat kedua dari mazhab
Syafi'i sedangkan fuqaha lainnya lagi mengatakan wajib 'ain,
demikianlah pandangan Atha, Al-Auza'i, Abu Tsaur dan umumnya tokoh
madzhab Hambali dan Zhohiri. Pendapat ketiga inilah yang paling
kuat, berdasarkan banyaknya riwayat yang shahih tentang kewajiban
shalat berjama'ah bagi setiap muslim yang terlepas dari udzur. Adapun
dalil-dalinya adalah :
Dalil Dari Al-Qur'an
1. Perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk melakukan ruku' bersama orang-orang yang ruku', Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
1. Perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk melakukan ruku' bersama orang-orang yang ruku', Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
( وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ ( البقرة : 43
"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ruku`lah beserta orang-orang yang ruku" (QS. Al Baqarah :43) Konteks
ayat "Ruku'lah bersama orang-orang
yang ruku', mengisyaratkan wajibnya shalat berjama'ah sebab jika
dikatakan ayat diatas hanya menunjukkan perintah shalat maka lafadz "Wa
aqimush shalah" (Dirikanlah shalat) itu sudah cukup. Berkata Al
Hafizh Ibnul Jauzi رحمه الله ketika menafsirkan ayat ini : "Yaitu
shalatlah bersama-sama orang yang shalat" (Lihat Zaadul Masiir 1:75)
Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan "Dan banyak para ulama yang menjadikan
ayat ini sebagai dalil diwajibkannya shalat berjama'ah".(Lihat Tafsir
Ibnu Katsir 1:85) Jika dikatakan bahwa perintah "Ruku'lah bersama
orang-orang yang ruku', juga telah dikatakan kepada Maryam padahal
sebagaimana yang diketahui bahwa wanita tidak wajib shalat berjama'ah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
( يَامَرْيــَمُ اقْنُتِي لِرَبــِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ ( آل عمران :43
"Hai Maryam, ta`atlah kepada Tuhanmu, sujud
dan ruku`lah bersama orang-orang yang ruku". (Ali Imran : 43) Maka kita
katakan bahwa ayat ini tidak mewajibkan atas wanita umumnya akan
tetapi perintah tersebut dikhususkan untuk Maryam, karena ibu beliau
pernah bernadzar untuk menjadikannya hamba yang selalu tunduk dan patuh
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan untuk beribadah kepadaNya serta
mengabdi dan memakmurkan masjid, sedangkan wanita selain beliau lebih
utama melaksanakan shalat di rumah mereka masing-masing, hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam :
( صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِي اْلمَسْجِدِ ( رواه حاكم
"Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih baik daripada shalatnya di masjid" (HR. Hakim)
2. Perintah untuk melaksanakan shalat berjama'ah dalam keadaan takut.
Perintah untuk melaksanakan shalat berjama'ah bukan hanya diperintahkan ketika dalam keadaan tenang/ damai bahkan hal ini juga diperintahkan ketika dalam keadaan takut, hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang artinya: "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka`at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata". (QS. Annisa : 102) Telah disebutkan di atas bahwa "..dan hendaklah datang segolongan kedua yang belum shalat, lalu bershalatlah bersamamu...". Ini adalah dalil bahwa shalat berjama'ah adalah fardhu 'ain, bukan fardu kifayah, ataupun sunnah. Jika hukumnya fardhu kifayah, pastilah gugur kewajiban berjama'ah bagi kelompok kedua karena telah ditunaikan oleh kelompok pertama. Dan jika hukumnya adalah sunnah, pastilah alasan yang paling utama untuk meninggalkan shalat berjama'ah adalah karena takut. Kalau saja Allah Subhanahu wa Ta'ala tetap mewajibkan untuk shalat berjama'ah dalam keadaan takut/ perang maka tentunya dalam situasi tenang dan aman hukumnya akan lebih wajib.
Perintah untuk melaksanakan shalat berjama'ah bukan hanya diperintahkan ketika dalam keadaan tenang/ damai bahkan hal ini juga diperintahkan ketika dalam keadaan takut, hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang artinya: "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka`at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata". (QS. Annisa : 102) Telah disebutkan di atas bahwa "..dan hendaklah datang segolongan kedua yang belum shalat, lalu bershalatlah bersamamu...". Ini adalah dalil bahwa shalat berjama'ah adalah fardhu 'ain, bukan fardu kifayah, ataupun sunnah. Jika hukumnya fardhu kifayah, pastilah gugur kewajiban berjama'ah bagi kelompok kedua karena telah ditunaikan oleh kelompok pertama. Dan jika hukumnya adalah sunnah, pastilah alasan yang paling utama untuk meninggalkan shalat berjama'ah adalah karena takut. Kalau saja Allah Subhanahu wa Ta'ala tetap mewajibkan untuk shalat berjama'ah dalam keadaan takut/ perang maka tentunya dalam situasi tenang dan aman hukumnya akan lebih wajib.
3. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ
وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلاَ يَسْتَطِيعُونَ خَاشِعَةً
أَبـْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى
السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ : القلم:42-43
"Pada hari betis disingkapkan dan mereka
dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan)
pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan
sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka
dalam keadaan sejahtera." (QS.Al-Qalam 42-43) Berkata Said bin
Musayyib رحمه الله ketika menafsirkan ayat di atas : "Mereka adalah
orang-orang yang mendengarkan hayya 'alashshalah hayya 'alal falah
namun mereka tidak memenuhi panggilan tersebut" Berkata Ka'ab bin
Al-Ahbar رحمه الله berkata "Demi Allah tidaklah ayat ini diturunkan
kecuali sebagai peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang
meninggalkan shalat berjama'ah"
Dalil Dari As-Sunnah
1. Perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk melaksanakan shalat berjama'ah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
1. Perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk melaksanakan shalat berjama'ah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُـؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمـَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ : رواه البخاري و مسلم
"...Apabila telah datang waktu shalat maka
azanlah untuk kalian salah seorang dari kalian dan hendaklah menjadi
imam orang yang paling tua diantara kalian" (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan hal yang memperkuat wajibnya melaksanakan shalat secara berjama'ah
adalah perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk
melaksanakannya bagi musafir walaupun hanya dua orang saja. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
( إِذَا أَنــْتُمَا خَرَجْتُمَا فَأَذِّنـــَا ثُمَّ أَقِيمَا ثُمَّ لِيَؤُمـَّكُمَا أَكْبَرُكُمَا( رواه البخاري
"Apabila kalian berdua keluar (musafir) maka
adzanlah kemudian iqamahlah lalu hendaklah menjadi imam diantara kalian
yang tertua" (HR. Bukhari)
2. Larangan keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
إِذَا كُنـــْتُمْ فِي الْمـــَسْجِدِ فَنــُودِيَ بِالصَّلاَةِ فَلاَ يَخْرُجْ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُصَلِّيَ : رواه أحمد
"Apabila kalian berada di dalam masjid
kemudian dikumandangkan adzan untuk shalat maka janganlah salah seorang
dari kalian keluar (dari masjid) hingga ia melaksanakan shalat" (HSR.
Ahmad) Oleh sebab itu Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu menghukumi orang
yang keluar dari masjid setelah adzan sebagai orang yang telah
bermaksiat terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam.
Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Sya'tsa' beliau berkata : "Kami
duduk-duduk di dalam masjid bersama Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
lalu dikumandangkan adzan maka berdirilah seorang laki-laki lalu
berjalan kemudian Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu mengikutinya dengan
pandangan hingga keluar masjid lalu berkata : "Adapun orang ini maka ia
telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam) " (R. Muslim)
3. Tidak adanya keringanan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk meninggalkan shalat berjama'ah.
Diriwayatkan bahwa Ibnu Ummi Maktum Radhiyallahu 'anhu pernah bertanya kepada Rasululllah Shallallahu 'alaihi wa Sallam:
يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي رَجُلٌ
ضَرِيرُ الْبَصَرِ شَاسِعُ الدَّارِ وَلِي قَائِدٌ لاَ يُلاَئِمُنِي
فَهـَلْ لِي رُخْصَةٌ أَنْ أُصَلِّيَ فِي بَـيْتِي قَالَ : هَلْ تَسْمَعُ
النـِّدَاءَ قَالَ نَعَمْ قَالَ : لاَ أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً
رواه أبو داود :
رواه أبو داود :
"Wahai Rasulullah ! Saya adalah orang yang
buta, rumah saya jauh (dari masjid), dan saya tidak mempunyai penuntun
yang selalu menuntun saya (ke masjid) Apakah saya mendapatkan
keringanan untuk shalat (fardhu) di rumah ? Bersabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam : "Apakah kamu mendengarkan adzan ?",
beliau menjawab "Ya", lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam
bersabda : "Saya tidak mendapatkan keringanan untukmu" (HSR. Abu Daud)
Di dalam hadits di atas Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak
memberikan keringanan kepada Ibnu Ummi Maktum Radhiyallahu 'anhu untuk
shalat fardhu di rumahnya (tidak berjama'ah) kendati ada alasan,
diantaranya karena beliau orang yang buta, rumahnya jauh dari masjid dan
tidak mempunyai penuntun yang selalu menuntunnya menuju ke masjid, dan
diriwayat lain disebutkan bahwa beliau telah lanjut usia, banyak
hewan-hewan buas yang berkeliaran di sekitar kota Madinah dan adanya
pohon-pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang ada diantara rumah beliau
dan masjid.
4. Keinginan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam membakar rumah orang-orang yang tidak melaksanakan shalat berjama'ah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ فِتْيَـتِي
فَيَجْمَعُوا حُزَمًا مِنْ حَطَبٍ ثُمَّ أَاتِيَ قَوْمًا يُصَلُّونَ فِي
بُيُوتِهِمْ لَيـْسَتْ بِهِمْ عِلَّةٌ فَأُحَرِّقَهـَا عَلَيـْهِمْ
رواه أبو داود :
رواه أبو داود :
"Sungguh aku ingin memerintahkan anak-anak
muda untuk mengumpulkan ikatan kayu bakar kemudian saya mendatangi
sekelompok kaum yang shalat di rumah-rumah mereka (masing-masing)
tanpa ada udzur lalu aku membakar rumah mereka" (HSR. Abu Daud) Berkata
Al Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله : "Adapun hadits yang terdapat dalam
bab ini maka nampak bahwa shalat berjama'ah hukumnya fardhu 'ain sebab
seandainya hukumnya sunnah niscaya orang yang meninggalkannya tidaklah
diancam bakar dan seandainya hukumnya adalah fardhu kifayah niscaya
shalat yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam bersama shahabatnya telah cukup" (Lihat Fathul Baari 2:125-126)
Perkataan Salafus Shalih Berkata Abdullah bin Mas'ud رحمه الله : "Barang
siapa yang mendengar panggilan shalat (adzan) kemudian dia tidak
memenuhi panggilan tersebut tanpa adanya alasan syar'i, maka tidak ada
shalat baginya".
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada seluruh kaum muslimin.
-Abu Muhammad Muhammad Salim Ahmad-
-Abu Muhammad Muhammad Salim Ahmad-
sumber : http://www.imranxrhia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar